INFO SEPATAH: Mohon maaf, karena alasan teknis, blog ini akan dinonaktifkan dan sedang dalam proses pemindahan isi ke http://e-basindo.blogspot.com | Terima kasih.

Materi Sastra



Menulis memerlukan latihan yang terus-menerus. Sebagai sebuah keterampilan, menulis memang bisa dipelajari, tetapi selebihnya merupakan kreativitas seseorang. Oleh karena itu, daya kreatif sangat penting bagi seorang penulis. Menulis juga bukan sekadar menuangkan ide, melainkan harus benar-benar didukung oleh kemampuan menulis yang baik pula. Menjadi penulis yang baik inilah yang harus Anda cita-citakan. Langkah pertama yang harus Anda lakukan adalah memanfaatkan semua jenis media untuk dijadikan latihan menulis. Apabila di sekolah Anda terdapat majalah dinding (mading), bulletin sekolah, dan tabloid sekolah, Anda dapat gunakan semua itu sebagai media belajar menulis. Mulailah menulis dari media-media itu, sebelum Anda menulis di koran-koran umum.

Secara umum, tidak ada paksaan bagi seseorang untuk menulis puisi. Setiap orang dapat menulis puisi. Masalahnya, mau atau tidak mau orang tersebut tergerak untuk menuliskan kata-kata yang mampu mewakili hatinya. Misalnya, jika Anda sedang sedih, jatuh cinta, kecewa, rindu pada Tuhan atau orang terkasih, semuanya dapat diekspresikan dalam bentuk puisi. Selanjutnya, Anda harus sering berlatih untuk mengolah kata dan rasa. Hal ini secara perlahan dapat dilakukan dengan memahami teknik-teknik menulis puisi. Dalam pelajaran ini, Anda akan belajar memahami teknik-teknik tersebut dan mempraktikannya.

Puisi Baru Indonesia
Puisi baru Indonesia lahir tahun dua puluhan oleh para pujangga Angkatan pra-Pujangga Baru, antara lain, Muhammad Yamin dan Rustam Effendi. Puisi baru bebas rima dan irama, tetapi jumlah larik tiap bait masih diperhatikan. Puisi ini hanya terikat oleh jumlah larik tiap bait. Puisi baru adalah puisi yang bentuknya lebih bebas daripada puisi lama baik dalam segi  Jumlah baris, suku kata, maupun rima.

Ciri-ciri puisi baru yaitu:
1.      Bentuknya rapi, simetris
2.      Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
3.      Banyak mempergunakan pola sajak pantun  dan syair meskipun ada pola yang lain;
4.      Sebagian besar puisi empat seuntai
5.      Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan sintaksis)
6.      Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian  besar) 4-5 suku kata.
Puisi baru tidak sama dengan puisi lama. Isi, bentuk, irama, dan bentuk persajakan dalam puisi lama sudah berubah dalam puisi baru. Berdasarkan jumlah baris dalam kalimat pada setiap baitnya, puisi baru dibagi dalam beberapa bentuk puisi, yaitu:

1.        Distikon
Sajak yang berisi dua baris kalimat dalam setiap baitnya, bersajak a-a.
Contoh:

Baju berpuput alun digulung
Banyu direbus buih di bubung
Selat Malaka ombaknya memecah
Pukul memukul belah-membelah
Bahtera ditepuk buritan dilanda
Penjajah diantuk haluan diunda
Camar terbang riuh suara
Alkamar hilang menyelam segara
Armada peringgi lari bersusun
Malaka negeri hendak diruntun
Galyas dan pusta tinggi dan kukuh
Pantas dan angkara ranggi dan angkuh
                                                   ( Amir Hamzah )


2.        Tarzina
Sajak tiga seuntai, artinya setiap baitnya terdiri atas tiga buah kalimat. Tarzina bersajak a-a-a; a-b-c; a-b-b;
Contoh:


BAGAIMANA
Kadang-kadang aku benci
Bahkan sampai aku maki
……………… diriku sendiri
Seperti aku
Menjadi seteru
……………….diriku sendiri
Waktu itu
Aku ……………………..
Seperti seorang lain dari diriku
Aku tak puas
Sebab itu aku menjadi buas
Menjadi buas dan panas
                                 ( Or. Mandank )


3.        Kuatrin
Sajak empat seuntai yang setiap baitnya terdiri atas empat buah kalimat. Kuatrin bersajak ab\ab, aa-aa, ab\ab atau aa\bb.
Contoh:


NGARAI SIANOK
Berat himpitan gunung Singgalang
Atas daratan di bawahnya
Hingga tengkah tak alang-alang
Ngarai lebar dengan dalangnya
Bumi runtuh-runtuh juga
Seperti beradab-adab yang lepas
Debumnya hirap dalam angkasa
Derumnya lenyap di sawah luas
Dua penduduk di dalam ngarai
Mencangkul lading satu-satu
Menyabit di sawah bersorak sorai
Ramai kerja sejak dahulu
Bumi runtuh-runtuh jua
Mereka hidup bergiat terus
Seperti si Anok dengan rumahnya
Diam-diam mengalir terus
                                         (Rifai Ali)


4.        Kuint
Sajak atau puisi yang terdiri atas lima baris kalimat dalam setiap baitnya. Kuint bersajak a-a-a-a-a.
Contoh:


HANYA KEPADA TUAN
Satu-satu perasaan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya katakana
Yang pernah merasakan
Satu-satu kegelisahan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada Tuan
Yang pernah di resah gelisahkan
Satu-satu desiran
Yang saya dengarkan
Hanya dapat saya syairkan
Kepada Tuan
Yang pernah mendengarkan desiran
Satu-satu kenyataan
Yang saya didustakan
Hanya dapat saya nyatakan
Kepada Tuan
Yang enggan merasakan
                                  (Or. Mandank)

5.        Sektet
Sajak atau puisi enam seuntai, artinya terdiri atas enam buah kalimat dalam setiap baitnya. Sektet mempunyai persajakan yang tidak beraturan. Dalam sektet, pengarangnya bebas menyatakan perasaannya tanpa menghiraukan persajakan atau rima bunyi.
Contoh:


BUNDA DAN ANAK
Masak jambak
Buah sebuah
Diperam alam di ujung dahan
Merah
Beuris-uris
Bendera masak bagi selera
Lembut umbut
Disantap sayap
Kereak pipi mengobat luas
Semarak jambak
Di bawah pohon terjatuh ranum
Lalu ibu
Di pokok pohon
Tertarung hidup, terjauh mata
Pada pala
Tinggal sepenggal
Terpercik liur di bawah lidah

6.        Septina
Sajak tujuh seuntai yang setiap baitnya terdiri atas tujuh buah kalimat. Sama halnya dengan sektet, persajakan septina tidak berurutan.
Contoh:


API UNGGUN
Diam tenang kami memandang
Api unggun menyala riang
Menjilat meloncat menari riang
Berkilat-kilat bersinar terang
Nyala api nampaknya curia
Hanya satu cita digapai
Alam nan tinggi, sunyi, sepi
                             (Intojo)

7.        Stanza
Sajak delapan seuntai yang setiap baitnya terdiri atas delapan buah kalimat. Stanza disebut juga oktava. Persajakan stanza tidak beraturan.
Contoh:

PERTANYAAN ANAK KECIL
Hai kayu-kayu dan daun-daunan
Mengapakah kamu bersenang-senang?
Tertawa-tawa bersuka-sukaan?
Oleh angin dan tenang, serang?
Adakah angin tertawa dengan kami?
Bercerita bagus menyenangkan kami?
Aku tidakmengerti kesukaan kamu!
Mengapa kamu tertawa-tawa?
Hai kumbang bernyanyi-nyanyi!
Apakah yang kamu nyanyi-nyanyikan?
Bunga-bungaan kau penuhkan bunyi!
Apakah yang kamu bunyi-bunyikan?
Bungakah itu atau madukah?
Apakah? Mengapakah? Bagaimanakah?
Mengapakah kamu tertawa-tawa?
                                           (Mr. Dajoh)

Mengenal Jenis-Jenis Puisi
Ditinjau dari bentuk dan isinya, puisi dapat dibedakan menjadi jenis berikut.


Puisi epik, yakni suatu puisi yang di dalamnya mengandung cerita kepahlawanan, baik kepahlawanan yang berhubungan dengan legenda, kepercayaan, maupun sejarah. Puisi epic dibedakan menjadi folk epic, yakni jika nilai akhir puisi itu untuk dinyanyikan, dan literary epic, yakni jika nilai akhir puisi itu untuk dibaca, dipahami, dan diresapi maknanya.

Puisi naratif, yakni puisi yang di dalamnya mengandung suatu cerita, menjadi pelaku, perwatakan, setting, maupun rangkaian peristiwa tertentu yang menjalin suatu cerita. Jenis puisi yang termasuk dalam jenis puisi naratif ini adalah balada yang dibedakan menjadi folk ballad dan literary ballad. Ini adalah ragam puisi yang berkisah tentang kehidupan manusia dengan segala macam sifat pengasihnya, kecemburuan, kedengkian, ketakutan, kepedihan, dan keriangannya. Jenis puisi lain yang termasuk dalam puisi naratif adalah poetic tale, yaitu puisi yang berisi dongeng-dongeng rakyat.

Puisi lirik, yakni puisi yang berisi luapan batin individual penyairnya dengan segala macam endapan pengalaman, sikap, maupun suasana batin yang melingkupinya. Jenis puisi lirik umumnya paling banyak terdapat dalam khazanah sastra modern di Indonesia. Misalnya, dalam puisi-puisi Chairil Anwar, Sapardi Djoko Damono, dan lain-lain.

Puisi dramatik, yakni salah satu jenis puisi yang secara objektif menggambarkan perilaku seseorang, baik lewat lakuan, dialog, maupun monolog sehingga mengandung suatu gambaran kisah tertentu. Dalam puisi dramatik dapat saja penyair berkisah tentang dirinya atau orang lain yang diwakilinya lewat monolog.

Puisi didaktik, yakni puisi yang mengandung nilai-nilai kependidikan yang umumnya ditampilkan secara eksplisit.

Puisi satirik, yaitu puisi yang mengandung sindiran atau kritik tentang kepincangan atau ketidakberesan kehidupan suatu kelompok maupun suatu masyarakat.

Romance, yakni puisi yang berisi luapan rasa cinta seseorang terhadap sang kekasih.

Elegi, yakni puisi ratapan yang mengungkapkan rasa pedih dan kedukaan seseorang.

Ode, yakni puisi yang berisi pujian terhadap seseorang yang memiliki jasa ataupun sikap kepahlawanan.

Hymne, yakni puisi yang berisi pujian kepada Tuhan maupun ungkapan rasa cinta terhadap bangsa dan tanah air.


0 komentar:

Posting Komentar

Flag Counter
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Sepatah - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger